selamat datang di blog kami, Blog ini semata dimaksudkan untuk mengembangkan persaudaraan dalam Kasih dan rahmat Tuhan. Semua konten dan isi tidak bermaksud menyinggung masalah sara dan segala perbedaan yang timbul hendaklah disikapi sebagai kebijaksanaan

Selasa, 24 Agustus 2010

SAYA SERING MERASA TERTIDAS DIJALAN RAYA.
: YANG KUAT BOLEH SEWENANG-WENANG


Sang fajar, Agustus 2010 : Yang besar berhak sewenang-wenang. Pernyataan ini terasa tidak adil. Tetapi itukah hukum alam ?. Saya berharap pepatah lama ini tidak menjebak pemikiran kita, dan menganggap kesewenang-wenangan pantas diterima. Saya pikir dijaman manusia sudah beradab sekarang ini, hukum rimba tidak pantas dilakukan oleh orang beradab .

Ukuran bagi manusia modern tentu bukan menang kalah, tetapi sering tidak sengaja ukuran menang kalah itu dapat mengabaikan hak-hak orang lain, bahkan membahayakan Jiwa lain. Contoh soal, habitat yang masih memberlakukan hukum rimba adalah jalan raya. Sehingga ada anekdot jalan raya di Indonesia, lebih sadis dari perang Vietnam.

Saya pribadi sering merasa tertidas dijalan raya. Setiap hari saya memang naik sepeda motor ketempat kerja. Saya tinggal di sebuah desa di Ponorogo selatan, sedangkan tempat kerja saya disebuah instansi di Kota Nganjuk, Jawa Timur. Rumah saya dan tempat kerja lebih kurang 85 Km, biasa saya tempuh dengan mengendarai sepeda motor. Dalam perjalanan Nganjuk-Madiun-Ponorogo yang biasa disebut jalur tengkorak, sudah dua kali saya terjatuh karena penindasan yang dilakukan sopir bus antar kota.

Saya tidak tahu jalan pikiran sopir Bus yang seenaknya, menyerobot jalur dijalan, yang hampir saja merenggut nyawa orang lain. Mungkin jalan pikiranya dia besar, dan pasti menang. Yang kecil harus menyingkir, tetapi apakah para sopir itupun tidak tahu, menyingkir dari badan jalan untuk turun kepinggir jalan yang berbatu sama bahayanya dengan terserempet badan bus. Dalam Pikiran yang tidak adil, kadang saya membenarkan perlawanan orang kecil ( pengendara sepeda motor) yang karena saking jengkelnya, melempar sopir bus dengan batu di Ngawi, sayangnya malah menimbulkan kecelakaan bagi bus itu.

Memposisikan diri secara adil, adil pada diri sendiri atau adil pada orang lain memang perlu kecerdasan. Saya tidak tahu, apakah saking kampunganya sopir bus, atau karena yang kecil tidak tahu diri. Tetapi Orang Indonesia tentu masih punya sopan santun dan mengerti tatakrama. Bukan justru bangga pasang klakson keras sekali, dan dibunyikan sepanjang jalan, agar orang lain menyingkir dari jalan. Apakah mereka tidak tahu bahwa pengguna jalan itu juga sama-sama membayar pajak. Atau dikala hujan dan jalanan tergenang air, banyak mobil seenaknya sendiri melaju kencang dan menyiram muka orang lain dengan air kotor itu?

Dalam pemahaman yang sedikif naïf, orang jawa berkata “wani ngalah menang pungkasane “, ( berani mengalah akan menang di akhirnya ), Pernyataan ini memang sedikit menghibur dan mengajarkan toleransi agar mau menerima kesewenang -wenangan orang lain. Apakah begitu buruk nasib orang kecil, yang harus selalu harus mengertiarogansi yang besar ?

Akhirnya saya memang harus rela berserah diri pada nasib. Saya harus menyadari seberapapun saya mengalah dan berhati-hati, tapi pengendara kendaraan lain, sopir bus, orang kaya bermobil tidak punya empati pada pengguna jalan lain, tentu bisa saja jalan raya menjadi hutan rimba yang mengerikan.

Satu hal positif yang saya renungi, tidak semua orang punya kecerdasan empati. Dan tentunya kita yang pernah jadi orang kecil, punya kesadaran lebih dan pengalaman batin , tentu hal ini akan sangat berguna untuk mematangkan kebesaran jiwa , apabila Tuhan memberikan peran sebagai orang besar suatu saat.

Tidak ada komentar: